Gerhana adalah salah satu fenomena alam yang menunjukkan kondisi bulan maupun matahari yang Nampak gelap sebagian atau seluruhnya jika dilihat dari bumi. Bagi kaum muslimin, munculnya fenomena gerhana biasanya disambut dengan melaksanakan salat gerhana dan zikir. Anjuran salat saat gerhana juga ada pada sebuah hadits riwayat Muslim:
إنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يَنْكَشِفَ مَا بِكُمْ
“Sungguh matahari dan bulan adalah tanda kekuasaan Allah SWT, tidak terjadi gerhana keduanya (matahari dan bulan) karena kematian seseorang atau pun kehidupannya. Apabila kalian melihat gerhana, maka shalat dan doalah hingga gerhana tersebut selesai.”
Selain melaksanakan salat gerhana, ternyata masih ada amalan lain yang dapat kita lakukan saat fenomena gerhana terjadi. Selain salat sunnah gerhana, sedekah pada peristiwa ini juga disunahkan sebagaimana yang disebutkan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain berikut ini:
وَيُسَنُ الإِكْثَارُ مِنَ الصَّدقَةِ فِي رَمَضَانَ لَا سِيَّمَا فِي عَشْرِهِ الأَوَاخِرِ وأمَامَ الحَاجَاتِ وَعِنْدَ كُسُوفٍ وَمَرَضٍ وَحَجٍّ وَجِهَادٍ وَفِي أَزْمِنَةٍ وَأَمْكِنَةٍ فَاضِلَةٍ كَعَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ وَأَيَّامِ العِيْدِ وَالْجُمْعَةِ وَالمُحتاجِيْنَ
“Disunnahkan memperbanyak sedekah pada bulan Ramadan, terutama pada sepuluh hari terakhir di bulan itu, dan ketika mempunyai kebutuhan, ketika terjadi gerhana, sakit, haji, jihad dan pada beberapa waktu dan tempat yang memiliki keutamaan seperti tanggal 10 Dzulhijjah, hari raya, hari Jumat. Disunahkan juga sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan,”
(Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain Syarah Qurratu ‘Ain, Beirut, Darul Fikr, juz I, halaman 183)
Selain dua amalan di atas, ada juga amalan lain yang dapat kita lakukan di saat gerhana. Hal ini disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzzab sebagai berikut:
(الشَّرْحُ) حَدِيثُ عَائِشَةَ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى اسْتِحْبَابِ خُطْبَتَيْنِ بَعْدَ صَلَاةِ الْكُسُوفِ وَهُمَا سُنَّةٌ لَيْسَا شَرْطًا لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ قَالَ أَصْحَابُنَا وَصِفَتُهُمَا كَخُطْبَتَيْ الْجُمُعَةِ فِي الْأَرْكَانِ وَالشُّرُوطِ وَغَيْرِهِمَا سَوَاءٌ صَلَّاهَا جَمَاعَةٌ فِي مِصْرٍ أَوْ قَرْيَةٍ أَوْ صَلَّاهَا الْمُسَافِرُونَ فِي الصَّحْرَاءِ وَأَهْلُ الْبَادِيَةِ وَلَا يَخْطُبُ مَنْ صَلَّاهَا مُنْفَرِدًا وَيَحُثُّهُمْ فِي هَذِهِ الْخُطْبَةِ عَلَى التَّوْبَةِ مِنْ الْمَعَاصِي وَعَلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعَتَاقَةِ وَيُحَذِّرُهُمْ الْغَفْلَةَ وَالِاغْتِرَارَ وَيَأْمُرُهُمْ بِإِكْثَارِ الدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَالذِّكْرِ
“(Penjelasan) hadits Aisyah RA yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dan nash Imam Syafi’i serta pengikutnya sepakat pada kesunahan dua khutbah setelah shalat gerhana, dan dua khutbah sunah itu bukanlah syarat sahnya shalat. Ashab kami berkata, ‘Dua khutbah ini sama dengan khutbah Jumat dalam rukun, syarat dan selainnya, sama saja entah dilaksanakan berjamaah di kota besar maupun di desa, atau musafir di padang pasir maupun di perkampungan. Sedangkan orang yang shalat sendiri tidak perlu melakukan khutbah. Khatib dalam khutbah ini menganjurkan jamaah untuk bertobat dari maksiat, mengerjakan kebaikan, bersedekah, membebaskan budak, mengingatkan mereka dari kelalaian dan tipu daya, serta memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa, meminta ampunan dan zikir,’”
(Lihat Imam An-Nawawi, Syarah Muhadzzab, Beirut, Darul Fikr, juz V, halaman 53)
Dari keterangan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa amalan yang dapat dilakukan saat gerhana sebagai berikut: Salat gerhana, bersedekah, tobat dari maksiat, mengerjakan kebaikan, membebaskan budak (zaman sekarang tidak ada budak), kehati-hatian jangan sampai lalai, memerbanyak doa, memerbanyak istighfar, dan memerbanyak zikir.