Salah satu bentuk ibadah dalam Islam dengan menyembelih hewan adalah aqiqah dan kurban. Menurut Imam Syafi’i, hukum melaksanakan kedua ibadah tersebut adalah sunnah.
Jika dilihat dari perbedaan keduanya, ada beberapa hal yang menjadi perbedaan signiikan Antara kurban dan aqiqah. Pertama adalah tentang tujuannya. Aqiqah disebut sebagai penebus kelahiran seorang bayi, sedangkan kurban adalah ibadah sunnah yang ditetapkan Rasulullah SAW untuk memeringati pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Daging hasil penyembelihan pada aqiqah dank urban secara umum sebenarnya sama-sama dibagikan. Namun, penerimanya pun berbeda. Penerima daging kurban khusus untuk fakir dan miskin, sedangkan penerima daging aqiqah boleh siapa saja.
Jenis hewan yang disembelih saat kurban dan aqiqah pun berbeda. Jika saat kurban kita boleh menyembelih segala hewan yang berkaki empat yang dagingnya halal dimakan, pada aqiqah kita hanya boleh menyembelih kambing. Jumlah hewan yang disembelih saat aqiqah adalah satu ekor kambing untuk bayi perempuan dan dua ekor kambing untuk bayi laki-laki. Pada kurban, tiap orang yang berkurban menyembelih satu ekor jika hewannya adalah kambing, dan hewan besar seperti sapi dan unta digunakan untuk tujuh orang.
Karakteristik yang berbeda dari dua ibadah tersebut adalah waktu pelaksanaannya. Jika kurban hanya dilaksanakan di bulan Dzulhijjah, aqiqah boleh dikerjakan untuk mengiringi kelahiran bayi. Secara garis besar, aqiqah adalah hak anak atas orang tuanya. Lantas, mana yang lebih penting untuk dilaksanakan?
Syekh Nawawi Al-Bantani menulis dalam kitab Tasyrikh sebagai berikut:
قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا
Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi.
Pendapat Ibnu Hajar dan Imam Ramli yang kontradiktif tentu saja perlu dilihat dari berbagai aspek, salah satunya soal cara pembagiannya. Pada kurban, daging lebih baik dibagikan dalam kondisi mentah. Sedangkan pada aqiqah, daging justru lebih baik dibagikan dalam kondisi matang.
Melihat keterangan di atas, ada baiknya kita tidak mencampurkan ibadah aqiqah dan kurban. Jika momen aqiqah mendekati waktu kurban, sebaiknya berkurban lebih dulu. Namun jika tidak mendekati waktu kurban, maka tentu aqiqah dapat dilaksanakan terlebih dahulu.