Setelah lewat bulan suci Ramadhan, yang semua kita ketahui pasti Idul Fitri di 1 Syawal. Ada ada beberapa amalan utama yang dapat dilakukan ketika memasuki bulan Syawal, antara lain:
1. Shalat ‘Ied
Diriwayatkan dari Ummu Athiyyah, ia berkata;
Kami diperintahkan oleh Rasulullah ketika (Shalat Idul) Fitri dan (Shalat ‘Idul) Adh-ha agar mengajak keluar para gadis, para wanita yang sedang haidh, dan para wanita yang berhalangan hadir. Adapun para wanita yang sedang haidh mereka menjauh (dari tempat) shalat, (namun) mereka (tetap) menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin.
(Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1 : 318 dan Muslim Juz 2: 890, lafazh ini miliknya)
Hal-hal yang disunnahkan pada waktu ‘Ied, adalah:
a. Mandi
Ali bin Abi Thalib y pernah ditanya tentang mandi besar, lalu ia menjawab;
Ketika Hari Jum’at, Hari Arafah, Hari ‘Idul Adh-ha, dan Hari ‘Idul Fitri.
(HR. Asy-Syafi’i: 114)
Diriwayatkan dari (Imam para tabi’in) Sa’id bin Musayyab, ia berkata:
Amalan Sunnah pada hari ‘Idul Fitri ada tiga, yaitu: berjalan kaki menuju tempat shalat (tanah lapang), makan sebelum berangkat, dan mandi sebelum berangkat.
b. Mengenakan pakaian terbaik
Disunnahkan untuk mengenakan pakaian terbaik ketika keluar untuk melakukan Shalat ’Ied, namun bagi kaum wanita tidak boleh bersolek dengan perhiasan yang mencolok dan tidak boleh memakai wewangian.Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata;
Pernah (Rasulullah a) pada waktu Hari ‘Ied mengenakan burdah merah (bermotif).
(HR. Thabrani. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam As-Silsilah Ash-Shahihah Juz 3 : 1279)
Berkata Ibnul Qayyim:
Nabi memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adh-ha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua Hari Raya itu dan pada Hari Jum’at. Sekali waktu beliau memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah, namun bukan merah murni sebagaimana yang disangka sebagian manusia, karena jika demikian bukan disebut burdah. Tetapi yang beliau gunakan adalah kain yang ada garisgaris merah seperti kain bergaris dari Yaman.
(Zadul Ma’ad, 1/441)
c. Makan sebelum keluar untuk melakukan Shalat ‘Ied
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata:
Tidaklah Rasulullah tidak keluar di pagi hari ‘Idul Fitri, melainkan makan beberapa buah kurma (terlebih dahulu).
(HR. Bukhari Juz 1: 910)
Berkata Imam Al-Muhallab:
Hikmah makan sebelum Shalat (‘Idul Fitri) adalah agar orang tidak menyangka masih diharuskan puasa hingga dilaksankan Shalat ‘Ied, seolah-olah beliau ingin menutup jalan menuju kesana.
d. Jika mampu keluar menuju ke tempat shalat dengan berjalan kaki
Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Umar, ia berkata:
Rasulullah keluar (untuk Shalat) ‘Ied berjalan kaki dan pulang juga berjalan kaki.
(HR. Ibnu Majah : 1295. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh AlAlbani)
Dan perkataan ’Ali bin Abi Thalib:
Termasuk Sunnah (Rasulullah a) adalah keluar menuju (Shalat) ‘Ied dengan berjalan kaki.
(HR. Tirmidzi Juz 3 : 530. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
e. Menempuh jalan yang berbeda (ketika pergi dan pulang)
Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata:
“Ketika Hari ‘Ied Rasulullah mengambil jalan yang berbeda.”
HR. Bukhari Juz 1: 943
f. Bertakbir
Membaca takbir secara jahr disunnahkan pada dua Hari Raya bagi seluruh umat Islam, baik ketika di rumah, di pasar, di jalan, di masjid, dan sebagainya. Sedangkan bagi wanita tidak boleh membacanya dengan suara keras, jika didekatnya ada laki-laki yang bukan mahram. Allah berfirman:
Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangan (bulan Ramadhan) dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang telah diberikan kepada kalian, agar kalian bersyukur.
(QS. Al-Baqarah: 185)
2. Puasa enam hari bulan Syawal
Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari ia berkata, Rasulullah bersabda:
Barangsiapa yang berpuasa bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan (berpuasa) enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa satu tahun.
(HR. Muslim Juz 2 : 1164, lafazh ini miliknya, Tirmidzi Juz 3: 759, Abu Dawud : 2433, dan Ibnu Majah : 1716.)
Berkata Imam An-Nawawi:
Para ulama’ mengatakan bahwa itu sebanding dengan puasa setahun, karena satu kebaikan balasannya sepuluh kali lipat. Dan puasa sebulan Ramadhan sama dengan puasa sepuluh bulan. Sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal) sama dengan puasa dua bulan.
(Syarah Muslim, 3/328)
Faidah
- Seorang yang mempunyai hutang puasa Ramadhan lalu berpuasa enam hari di bulan Syawal sebelum membayar hutang puasanya, maka ia tidak mendapatkan pahala sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Seharusnya ia menyempurnakan puasa Ramadhan terlebih dahulu, lalu disambung dengan enam hari Syawal agar mendapatkan pahala puasa satu tahun. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh ’Abdul ’Aziz bin ’Abdullah bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim AtTuwaijiri.
- Puasa enam hari dibulan Syawal tidak harus dilakukan secara berurutan, namun yang lebih utama adalah melakukan secara berurutan setelah ‘Idul Fitri. Berkata Imam An-Nawawi.
Yang utama berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah ‘Idul Fitri. Namun jika seorang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, (maka) ia masih mendapatkan keutamaan puasa Syawal, berdasarkan konteks hadits.
(Syarah Muslim, 8/23)
Sampai sini kita sudah tau amalan di bulan Syawal. Semoga kita semua bisa mempelajarinya dan termotivasi melakukan amalan kebaikan tersebut.
Nantikan kelanjutan serial artikel Amalan di Bulan Hijriyah selanjutnya.