Jika sebelumnya kita pernah mengupas tentang algoritma, sekarang kita bahas lebih spesifik lagi yaitu tentang algoritma social media. Mengapa kita perlu membahas ini? Karena memang sadar atau tidak sadar, jika dicek di gadget kita, screentime paling lama kita adalah untuk mengakses social media. Terbukti berdasarkan data “We Are Social” per Januari 2024, netizen Indonesia rata-rata menghabiskan 7 jam 38 menit untuk mengakses internet dan 3 jam 11 menitnya (41% dari durasi berinternet) adalah untuk bermedia sosial.

Semakin lama kamu mengakses social media, apakah kamu merasa bahwa si platform social media seolah-olah tahu segalanya tentang kamu? Tahu apa konten yang disukai, tahu format konten yang sering diakses, sampai-sampai tahu produk apa yang cocok sesuai minat konten yang kita akses, benar begitu? Setiap kali kamu membuka aplikasi, konten yang disajikan terasa begitu relevan, seperti membaca pikiran kamu. Kamu mungkin berpikir, “bagaimana mungkin media sosial tahu aku menyukai hal ini?” Jawabannya terletak pada algoritma di balik layar yang bekerja tanpa henti untuk memahami preferensi kita.

Algoritma, Pedang Bermata Dua

Algoritma social media tidak hanya sekadar alat untuk menyaring konten, lebih dari itu, algoritma kini berfokus pada sesuatu yang lebih penting: pengalaman pengguna atau user experience. Untuk sebuah perusahaan, organisasi atau individu sekalipun sangat bagus jika mau dan mampu berfokus pada user experience, dengan begitu, konten-konten di social media yang dibuat akan lebih relevan bagi mereka. Tapi pada kenyataannya, ini bisa menjadi pedang bermata dua.

Saat algoritma berfokus pada user experience, si algoritma akan memfilter dan menampilkan konten berdasarkan interaksi sebelumnya alias sejarah bagaimana kita mengkonsumsi konten. Ini berarti konten yang kurang kamu minati akan dihilangkan, dan konten yang kamu sukai akan terus muncul. Kedengarannya ideal, bukan? Tapi tunggu dulu. Algoritma ini bisa membuatmu terjebak dalam “echo chamber,” di mana kamu hanya melihat sudut pandang yang sama berulang kali, sehingga mengurangi kesempatan kamu untuk mengeksplorasi hal-hal baru atau sudut pandang yang berbeda. Pada akhirnya, wawasan kamu menjadi terbatas karena hanya menikmati konten yang itu-itu saja.

Bagaimana Social Media Menghadirkan UX yang Lebih Baik?

Sadar akan tantangan ini, beberapa social media mulai beradaptasi memberikan pengalaman yang lebih berimbang. Misalnya Instagram yang sekarang memperkenalkan fitur “Suggested Posts”, fitur ini berjalan berdasarkan pada aktivitas pengguna, tetapi tetap mencoba untuk menghadirkan konten baru dan berbeda. Aplikasi kenamaan lainnya: TikTok, TikTok yang dikenal dengan algoritma super akuratnya, kini memberi lebih banyak kendali kepada pengguna yang fleksibel untuk menyesuaikan jenis konten yang mereka inginkan.

Adaptasi yang sudah dilakukan social media kenamaan ini adalah upaya untuk mengatasi bias algoritma dan memastikan bahwa kamu tidak hanya melihat konten yang sudah dikenal, tetapi juga diperkenalkan pada konten baru yang dapat memperluas wawasan.

Mengapa Harus Lebih Peduli dengan Algoritma?

Kita yang setiap hari terpapar dan terhubung dengan teknologi ini adalah kelompok yang paling terdampak oleh perubahan algoritma, konteksnya dalam hal social media dan kegiatan di platform digital lainya. Dari belanja online hingga konsumsi berita, segala sesuatu kini diatur oleh algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan pengalaman kita. Lagi-lagi di sinilah pentingnya kesadaran: ketika kamu menyadari bagaimana algoritma bekerja, kamu bisa lebih proaktif dalam mengontrol pengalaman kamu di social media.

Kita sebagai object sekaligus subject di berbagai platform digital harus lebih peduli karena algoritma ini tidak hanya mempengaruhi apa yang kita lihat, tetapi juga bagaimana kita berpikir dan membuat keputusan. Dalam dunia yang overload informasi ini, penting untuk tetap kritis dan tidak selalu mengikuti arus yang diatur oleh algoritma. Dengan memahami cara kerja algoritma, kamu dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang konten apa yang kamu konsumsi dan bagaimana berinteraksi dengan dunia digital. Mempelajari algoritma ini bukan melulu berarti belajar pemrograman, tapi kita bisa dengan langsung mencoba berbagai fitur social media yang ada.

Jangan biarkan algoritma social media mendikte seluruh pengalaman kita. Mulailah dengan mengeksplorasi fitur-fitur baru yang ditawarkan platform social media, jadilah early adopter. Cobalah untuk tidak hanya menyukai konten yang biasa kamu konsumsi, tetapi juga carilah sudut pandang baru. Manfaatkan pengaturan privasi dan preferensi yang tersedia untuk mengontrol jenis konten yang kamu inginkan.

Pin It on Pinterest

Share This

Share This

Share this post with your friends!