Dari 2 istilah di judul, kemungkinan besar kamu lebih familiar dengan copywriting dibandingkan dengan UX writing. Atau bisa jadi kamu akan berasumsi keduanya adalah hal yang sama, toh sama-sama ada writingnya, initinya menulis. Jika itu yang kamu pikirkan, jawabannya bisa iya (benar), bisa juga tidak (salah). Mari kita bahas.

Hari ini, hampir semua orang mempunyai smartphone, termasuk para pelajar karena didukung dengna kebutuhan akan online learning. Ada kalanya ketika kita sedang berselancar entah di media sosial, di sebuah website atau berkutat di mesin pencari, kita menemukan iklan atau konten promosi untuk menggunakan sebuah aplikasi tertentu yang pastinya menarik untuk kita. Tapi tidak semua aplikasi yang akhirnya kita download dan install informatif yang ujungnya bisa kita uninstall atau hapus dari smartphone.

Ada 2 kalimat di atas yang menggambarkan perbedaan sekaligus pentingnya copywritin dan ux writing:

  • Kita menemukan iklan atau konten promosi untuk menggunakan sebua apliaksi tertentu yang pastinya menarik
  • Tidak semua apliaksi yang akhirnya kita download dan install informatif

Copywriting

Kata “menarik” menjadi objektif yang jadi achievement suatu copywriting berhasil atau tidak. Karena sebisa mungkin copywriting tidak hanya menulis, tapi merangkai kata-kata yang bisa menarik dan mengarahkan audience untuk melakukan sesuatu. Sesuatu itu biasanya yang disebut dengan CTA atau Call To Action, bisa aksi untuk membeli, men-download, meng-install, dan lain-lain. Tentu pengemasannya beragam, ada yang langsung to the point, ada juga yang menggunakan story telling yang lebih panjang. Intinyg, keberhasilan copywriting adalah bisa mengarahkan audience untuk melakukan aksi sesuai yang kita arahkan melalui rangkaian kata-kata.

UX Writing

Mediumnya sama dengan copywriting yaitu tulisan alias text, tapi berbeda mediumnya. Jika copywriting berada di sebuah iklan, landing page, atau format lainnya yang lebih cenderung ke konten promosi, sedangkan UX writing mediumnya spesifik di aplikasi atau website.

Mungkin kamu bertanya “memang sekrusial itu harus merangkai kata bagus di aplikasi atau website?” Jawabannya adalah “iya”, karena tanpa menggunakan bahasa yang informatif dan tidak personalized, pengguna tidak merasa relate dan dekat dengan aplikasi. Sebagai contoh ketika kasus gagal login untuk sebuah aplikasi online shop:

  • UX writing 1: email atau password yang Anda masukkan salah
  • UX writing 2: salah password juragan, coba lagi atau recovery melalui email

Jika dilihat, opsi yang pertama terlalu kaku, formal, seperti robot, rancu yang salah itu email atau passwordnya atau dua-duanya, plus tidak diberitahukan apa yang selanjutnya akan dilakukan. Opsi kedua lebih informatif: menunjukkan langsung kesalahannya yaitu salah input passrod, menggunakan sapaan “juragan” yang biasa digunakan di jual beli, bahasanya casual dan diberitahukan solusi dari permasalahannya untuk mencoba lagi atau melakukan recovery melalui email. Perlu diingat, UX writing meliputi semua teks di aplikasi, mulai dari pesan error, teks di button, dan keseluruhan. Makin informatif dan sesuai dengan branding si aplikasi, makin betah pengguna menggunakan aplikasi.

Sudah jelas ya sekarang persamaan dan perbedaannya. Habbit seorang copywriter dan UX writer tentu berbeda. Copywriter lebih banyak riset dengan melihat iklan, e-flyer, catalog, landing page, dan konten promosi lainnya. UX writer lebih banyak riset dengan melihat aplikasi, website, email atau hal lain terkait aplikasi. Sudah jelas kan? Jadi kamu lebih tertarik jadi copywriter atau UX writer?

Pin It on Pinterest

Share This

Share This

Share this post with your friends!